Pages

Friday, October 30, 2009

Kiat Merawat Sendi


Badan kesehatan dunia WHO sejak enam tahun lalu memperkirakan bahwa beberapa ratus juta orang telah menderita karena penyakit sendi dan tulang (rematik), dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat tajam pada tahun 2020.
Sekjen PBB Kofi Anan pada 30 November 1999 mencanangkan Bone and Joint Decade 2000-2010, yang menghimbau pemerintah di seluruh dunia untuk segera mengambil langkah dan bekerja sama dengan organisasi kesehatan di tingkat nasional maupun internasional, untuk pencegahan penyakit ini.
Indonesia sendiri menyatakan Dekade Tulang dan Sendi sejak 7 Oktober 2000 di Jakarta oleh Menkes, saat itu Achmad Sujudi. Menurut dia penyakit rematik terbanyak ditemukan dalam praktik sehari-dan memberikan dampak morbiditas serta disabilitas yang tinggi.
Sejak ekonomi Asia mengalami peningkatan, penyakit ini mulai sering ditemui pada usia muda. Banyak ditemui wanita mengalami penyakit ini pada umur 30 tahun dan menjadi beban bagi keluarganya, ujar Amye L. Leong, dalam simposium penyakit persendian, di Hong Kong awal pekan ini.
Menurut pembicara internasional untuk Bone and Joint Decade PBB itu, penyakit persendian harus mulai diperhatikan lebih serius khususnya bagi negara-negara berkembang yang secara umum belum terjangkau oleh tenaga dokter.
Rematik merupakan bagian dari penyakit radang sendi atau artitis. Penyakit ini banyak sekali macamnya mencapai sedikitnya 100 jenis, dengan penyebab dan gejala yang hampir sama.
Ada yang disebut osteoartitis dan polimialga rematik yang banyak mengenai mereka yang berusia di atas 40 tahun. Ada pula yang disebut artitis rematoid (rheumatoid arthitis) yang menyerang mereka berusia usia 20-50 tahun, terutama perempuan.
Penyebab rematik sangat bervariasi tapi umumnya karena masalah otoimun (aoutoimune), dimana sistem kekebalan tubuh berbalik menyerang jaringan persendian.
Akibatnya tulang rawan di sekitar sendi menipis. Sebagai gantinya terbentuklah tulang baru. Ketika tubuh bergerak, tulang-tulang di persendian bersinggungan. Inilah yang memicu rasa sakit dan nyeri yang hebat.
Gejala rematik jenis osteoartitis a.l. nyeri pada persendian setelah beraktivitas, rasa nyeri ketika terjadi perubahan cuaca dari panas ke dingin, terjadi peradangan dan hilangnya fleksibilitas sendi, dan sendi terlihat kemerahan dan berasa panas.
Sementara gejala artritus rematoid a.l. sendi terasa kaku di pagi hari, sendi bengkak tanpa sebab yang jelas, gerak terbatas seperti sulit bangun dan memakai pakaian. Juga merasa nyeri di persendian, terutama di pagi hari dan membaik di siang hari.
Rematik juga dipicu oleh faktor pertambahan usia. Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang menghalangi terjadinya gesekan antartulang. Dan di dalam sendi terdapat cairan yang berfungsi sebagai pelumas, sehingga tulang dapat digerakkan dengan leluasa.
Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan pelindung persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental, menyebabkan tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.
Bagi mereka yang melakukan pola hidup sehari-hari tak sehat, akan berisiko mengidap rematik cukup besar. Terutama bagi mereka yang menyukai makanan dari hewani.
Jarang ke dokter
WHO mencatat penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari total populasi. Yang memprihatinkan dari jumlah tersebut hanya 29% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% nya cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara penduduknya paling tinggi menderita gangguan sendi jika dibandingkan negara-negara di Asia seperti Hong Kong, Malaysia, Singapura dan Taiwan.
Padahal, menurut Bruce Caterson Cardiff University, Inggris obat pereda nyeri atau nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAIDs) sebagai terapi. Sebab terapi dengan NSAIDs memang akan mengurangi gejala, namun proses kerusakan sendi tetap berjalan.
Senada dengan hal tersebut Handono Kalim, Ketua Asosiasi Rematik Indonesia menuturkan dalam jumlah besar NSAIDs dapat menyebabkan kerusakan bagi lambung dan ginjal.
Penderita penyakit ini di Amerika setiap tahunnya mencapai 107.000. Korban jiwa akibat penggunaan NSAIDs mencapai 16.500 tiap tahun, ujarnya.
Untuk mencegah terjadinya degenerasi tulang rawan tersebut, dunia kedokteran mengenal Disease Modifying Anti-Osteoarthritis Drugs (DMOADs) yang dikenal sebagai kondroprotektor.
Kondroprotektor diartikan sebagai obat yang memiliki efek untuk memodifikasi gejala osteoart OA (nyeri dan gangguan mobilitas) dan struktur (integrasi rawan sendi).
Kondroprotektor ditujukan tidak hanya perlindungan terhadap rawan sendi namun lebih jauh lagi dalam pencegahan, penghentian dan perlambatan proses patologi OA dan penyembuhan atau mengembalikan pembengkakan rawan sendi.
Efek perbaikan simptomatik dan struktural ini diperlihatkan oleh kombinasi obat jenis chondroitin sulfate (CS) dan glucosamine sulfate (GS).
Saat ini dikenal penggunaan CS dan GS yang dikombinasikan dengan komponen lain dengan berbagai tujuan, misalnya omega-3. Kombinasi ini memberikan efek sinergistik yang lebih besar terutama dalam pengurangan rasa nyeri.
Hal ini memberikan keuntungan dengan berkurangnya pemakaian Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAIDs), sehingga efek sampingnya pada lambung dan ginjal juga berkurang.
Omega 3 secukupnya
Meski sejak 1700-an omega 3 sudah mendapat perhatian besar dari para ahli kesehatan. Zat gizi ini berperan vital dalam mendukung kesehatan serta mencegah munculnya penyakit degeneratif (akibat penuaan).
Dan makin diperhatikan selain diketahui omega 3 di diperlukan pada proses tumbuh sel-sel otak dan kecerdasan anak sejak dalam kandungan hingga mencegah penyakit degeneratif sejak janin.
Pada saat dewasa zat gizi ini merupakan unsur utama sintesa senyawa prostaglandin yang berperan dalam kesehatan sistem peredaran darah dari proses aterosklerosis, penyakit jantung, hipertensi, hingga stroke.
Namun, omega-3 sebagai salah satu senjata menghadapi gangguan sendi baru bisa terbukti sekitar dua dasawarsa lalu. Tak lain karena diperlukan uji klinis yang menyeluruh dan bisa dipertanggungjawabkan.
Menurut John H. Harwood dari Cardiff School of Bioscienses, Inggris rahasia kekuatan obat ini berasal dari kandungan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaeonic acid (DHA) yang berfungsi menyeimbangkan proses degradasi dan sintesis di persendian.
Untuk memenuhinya terdapat dua cara yaitu melalui konsumsi suplemen gizi buatan seperti zat besi, iodium, vitamin A, hingga omega-3 dan dengan cara food based (pola dan kebiasaan makan).
Cara yang lebih baik, aman, ekonomis dan efektif sebenarnya bisa dilakukan dengan cukup mengandalkan makanan dan pola konsumsi sehari-hari.
Untuk sumber omega 3 sendiri terutama terdapat pada pangan hewani dan nabati laut a.l ikan lemuru, tuna, tongkol, cakalang, cod, rumput laut, dan ganggang laut Sedangkan pangan lainnya antara lain minyak nabati dan sayuran hijau

No comments:

Post a Comment