Pages

Saturday, November 28, 2009

Bahan Kontrasepsi

Bahan Kontrasepsi untuk Keluarga Berencana


BAHAN kontrasepsi untuk program Keluarga Berencana (KB) haruslah aman, tidak menimbulkan efek samping, tidak mengganggu kesehatan, tidak menurunkan libido, dan sedapatnya reversibel. Reversibel artinya, jika pemakaian dihentikan pada usia subur, akan dapat lagi memiliki anak alias fertil. 

Bahan kontrasepsi yang ideal haruslah dapat digunakan oleh kedua pasangan suami-istri. Ini untuk keadilan, dan juga demi mengurangi efek samping yang muncul kalau pemakaian berlangsung sangat lama. 

Pemakaian suatu bahan, yang dalam jangka waktu tertentu tidak mengganggu kesehatan dan kebugaran, tetapi jika dipakai dalam tempo lama, misalnya berpuluh tahun, dapat mengganggu kesehatan dan kebugaran seks. Dalam tempo pendek, misalnya suatu obat bisa reversibel, tetapi jika dipakai terus-menerus dalam tempo puluhan tahun, menimbulkan risiko ireversibilitas. Artinya, si pemakai jadi tidak subur permanen, bahkan bisa steril (mandul). 

Selain menimbulkan efek samping lain, pemakaian gosipol yang diekstrak dari minyak biji kapas misalnya, dulu populer di Cina, kini dibatasi dan banyak yang meninggalkannya, karena terbukti jika dipakai bertahun-tahun dapat menyebabkan suami jadi steril. 

Dalam percobaan penulis pada tikus juga demikian. Kalau pemakaian bahan itu berselang-seling antara istri dan suami, diperkirakan efek samping yang timbul karena pemakaian yang berlarut dapat dihindari. Atau jika menimbulkan sedikit beban, misalnya mual-mual, pusing, dan kegemukan, maka beban itu bisa dipikul bergantian. Jika sekitar lima tahun pertama istri yang pakai, lalu diangkat, lantas lima tahun kedua digantikan oleh suami. Sayang, cara adil dan bertimbang rasa ini belum bisa dilakukan oleh berbagai negara di seluruh dunia.

Bahan kontrasepsi yang khusus untuk suami atau pria, pada umumnya haruslah pula tidak akan menurunkan potensi seks. Masalah ini memang tidak demikian diperlukan untuk pihak istri atau kaum wanita pada umumnya. Yang khusus diperlukan oleh pria ialah kebugaran potensi seks. Potensi seks merupakan syarat mutlak agar dapat melakukan hubungan intim, dan agar sperma suami bisa membuahi telur istri. Jika potensi menurun atau hilang sama sekali (impoten), maka mereka tidak bisa lagi berhubungan mesra sebagai suami-istri. Lalu jika ingin dapat anak, mereka harus ikut program inseminasi buatan atau program reproduksi terbantu lain.

Bahan kontrasepsi yang dipakai di dunia dan di negara kita dari dulu hingga sekarang ialah preparat hormonal. Preparat ini umumnya dibuat sintetis, dengan sasaran untuk menghentikan pembentukan gamet (spermatogenesis dan oogenesis). Dibuat sintetis agar dapat diproduksi dalam jumlah besar di pabrik, dan dengan demikian harganya pun murah. 

SELAIN menggunakan bahan, ada pula metode kontrasepsi lain, yaitu dengan pembedahan dan sistem penanggalan. Cara pembedahan ialah tubektomi bagi istri dan vasektomi bagi suami. Khusus untuk cara pembedahan, bagi pihak suami juga kini bisa menimbulkan masalah. Banyak darah peserta vasektomi terbukti mengandung antibodi terhadap spermanya sendiri, menyebabkan sperma itu bergumpal, imobil (tidak bisa berenang menuju tempat pembuahan), dan orangnya pun jadi infertil. Ini terjadi jika pada waktu dilakukan pemotongan saluran mani, terjadi kontak antara darah dengan sperma. 

Sperma itu diusahakan oleh tubuh agar tidak pernah berkontrak dengan darah. Dalam pelir sperma yang sedang tumbuh dipelihara oleh sejenis sel yang merangkul mereka dengan ketat sehingga tidak pernah dapat dirembesi oleh plasma darah. Dengan demikian, sperma itu dianggap nonself (asing) oleh tubuh sendiri. 

Kalau seorang pria mendapat vasektomi, maka kemungkinan besar darah itu dalam beberapa detik kontak dengan mani yang banyak tersimpan di pangkal saluran mani itu. Ini menyebabkan bahan penghasil antibodi dalam tubuh, yaitu sumsum tulang, limpa, dan kelenjar limfa, menghasilkan zat anti terhadap spermanya sendiri, yang disebut antibodi antisperma (ASA, antisperm antibody). Sperma itu jadi menggumpal dan imobil sehingga tidak bisa berenang menuju tempat pembuahan dalam saluran telur, menyebabkan orangnya jadi infertil. Jika pada suatu hari nanti si suami ingin saluran maninya disambung, misalnya karena anaknya meninggal semua atau ingin kawin lagi karena istri meninggal, maka spermanya tetap infertil.

Ada cara yang kini lebih aman dibandingkan dengan vasektomi, yaitu dengan memotong pangkal saluran mani itu tanpa menggunakan pisau, tetapi dengan arus listrik yang disebut elektro-kauterisasi. Pada prinsipnya, istri yang mendapat tubektomi juga sebetulnya dapat digolongkan kepada elektro-kauterisasi juga. Arus listrik yang dialirkan hanya beberapa detik, dan sifatnya mematri atau mengelas saluran mani langsung. Dengan cara kauter ini tindakan operasi dapat dikerjakan cepat dan aman, tanpa risiko pendarahan. 

Seorang teman di Bandung, karena sudah sangat mahir dan telah melakukan kauterisasi terhadap jutaan penduduk Jawa Barat, dapat menggarap seorang peserta hanya dalam tempo 3-4 menit. Kecepatan waktu ini dihitung sendiri oleh penulis dengan melihat jam, bahwa waktu yang sedemikian singkat, sudah termasuk waktu mencari letak saluran mani dengan jari, membuka kulit kanjut (scrotum), dan menutup kembali kulit kanjut itu. Dengan metode ini, kemungkinan terbentuknya ASA dapat dicegah.

Preparat hormonal untuk kontrasepsi, pada umumnya kini baru ada untuk kaum ibu. Sedangkan untuk suami atau pria masih dalam taraf terbatas. Meskipun WHO sudah melegalisasi penggunaan bahan kontrasepsi hormonal itu bagi pria di seluruh dunia, tetapi kurang sekali mendapat pasaran. Itu karena bahan tersebut dirasa oleh beberapa pemakai masih sedikit-banyak mengandung efek samping dan kurang aman. Di antaranya menyebabkan gemuk, dan mereka masih khawatir jika pemakaian dalam tempo bertahun-tahun dapat menurunkan libido, potensi seks, dan akan ireversibel. 

Untuk wanita kini sudah banyak sekali pilihan dapat dipakai, apakah berupa pil, suntik, atau susuk. Pil diminum 1 x sehari, suntik untuk jangka waktu 1 x beberapa bulan, sedangkan susuk bisa bertahan sekali tanam 1 x dalam 5 tahun. Bahkan kini sedang dikembangkan susuk yang setelah lima tahun tidak perlu diangkat oleh seorang dokter, karena kapsulnya akan larut di antara jaringan.

Preparat hormonal yang kini dipakai adalah derivat estrogen yang dikombinasi dengan progestin. Progestin adalah istilah umum yang dipakai untuk progesteron sintetis, yaitu hormon yang bekerja menanamkan embrio pada dinding rahim serta memelihara pertumbuhannya sampai kelahiran.

HORMON perbiakan ada tiga pihak, ketiganya bekerja sama untuk memelihara sifat reproduksi dan perilaku seks. Ketiga pihak itu yaitu hipotalamus, hipofisa, dan gonad. 

Hipotalamus terletak di lantai otak. Bagian otak ini bertindak sebagai penghubung antara sistem saraf dan sistem hormon. Ia bertindak sebagai kelenjar otak dan mengandung sel-sel saraf khusus yang disebut neurosekretor. Neurosekretor menghasilkan neurohormon. Neurohormon ialah hormon yang dihasilkan oleh neuron atau sel saraf. Hormon ini bekerja mengontrol pekerjaan hipofisa, sejenis kelenjar buntu di dasar otak dan langsung berada di bawah hipotalamus. 

Hipofisa adalah raja kelenjar buntu dalam tubuh, menghasilkan berbagai hormon untuk mengatur pekerjaan kelenjar buntu lain. Khusus bagi alat kelamin utama, yaitu gonad, hipofisa menghasilkan hormon gonadotropin, yang bekerja mengontrol gametegenesis dan pembentukan hormon seks. 

Pihak ketiga dalam sistem reproduksi ialah gonad sendiri. Gonad menghasilkan dua macam bahan: 1) gamet; 2) hormon seks. Hormon seks bekerja untuk mengatur pekerjaan gonad, perilaku seks, dan alat kelamin tambahan: saluran mani, saluran telur, rahim, serviks, vagina, penis, prostat, dan lain-lain. Perilaku seks yang utama ialah libido atau birahi, dan pada pria potensi seks. 

Pada pria, gamet disebut spermatozoa (disingkat sperma), hormon seksnya disebut androgen atau testosteron. Pada wanita, gamet disebut telur atau oosit, hormon seksnya disebut estrogen. Testosteron dan estrogen juga bertindak sebagai umpan balik terhadap penggetahan hormon dari hipotalamus dan hipofisa... Selain ada sejenis hormon yang dihasilkan oleh sel pemelihara sperma dalam pelir yang juga sebagai umpan balik terhadap hipotalamus dan hipofisa. 

Umpan balik itu perlu untuk mengontrol kuantitas hormon yang digetahkan oleh kedua kelenjar tadi. Penggetahan distop jika kadar hormon dari kedua kelenjar itu sudah cukup banyak dalam darah. Jadi, ketika pihak kelenjar bekerja saling mengontrol, disebut juga dengan istilah "poros hipotalamus-hipofisa-gonad". 

Jika produksi testosteron dan estrogen ditekan oleh bahan kontrasepsi maka bisa menimbulkan efek berantai. Selain gametogenesis menyetop produksi hormon, kedua kelenjar tadi pun terganggu. Mungkin sekali produksi itu jadi besar karena hormon umpan baliknya kurang atau tidak berperan. Bisa pula perilaku seks jadi menurun, seperti turunnya libido dan potensi seks. Itulah sebabnya maka preparat hormonal untuk kontrasepsi, apalagi jika dipakai dalam tempo lama, misalnya 10 tahun, dapat memberi efek samping bagi alat reproduksi dan perilaku seks. 

Dari percobaan pada binatang terbukti bahwa pemakaian preparat hormon yang terlalu lama dapat menyebabkan sterilitas permanen (mandul), dan saluran penghasil mani dalam pelir mengalami degenerasi.

Oleh karena preparat hormonal berlipat ganda menyebabkan terganggunya kebugaran alat kelamin dan potensi seks pada pria, maka peserta KB pria di seluruh dunia jauh lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. Di antara peserta KB pria yang sangat sedikit itu, yang dipakai juga umumnya bukan preparat hormonal. Baru vasektomi dan kondom, dikombinasi dengan penanggalan. Namun, pemakaian kondom dan sistem penanggalan bagi program KB tidak bisa didata. Di Indonesia, sehari pada 5-10 tahun lalu, peserta pria dibanding semua peserta KB mencapai empat persen, tetapi tahun ini dilaporkan persentase itu menurun drastis menjadi sekitar 1,5 persen. Ada sinyalemen bahwa penurunan besar itu karena menurunnya pemakaian vasektomi itu, terutama di Jawa Barat. Keadaan ini pun dikira sebanding dengan menurunnya pula peserta KB wanita di negeri ini.

Sekitar 10 tahun belakangan, sedang ramai dikembangkan penggunaan preparat imunologis sebagai bahan kontrasepsi, baik pada wanita maupun pria. Diperkirakan, dengan preparat imunologis ini akan tidak mengganggu poros hipotalamus-hipofisa-gonad, seperti yang mungkin ditemukan pada pemakai preparat hormonal. 

Preparat imunologis itu ada yang berupa serum, ada yang berupa vaksin. Vaksin berasal dari hasil rekayasa genetika protein pembuahan. Jika vaksin itu adalah protein pembuahan yang berada pada membran sel kepala sperma, maka jika disuntikkan ke tubuh suami menyebabkan tubuh suami menghasilkan ASA, menyebabkan sperma menggumpal dan tak bergerak. Jika disuntikkan ke tubuh istri dalam tubuhnya juga diproduksi ASA, yang kalau campur dengan suami dan sperma sampai di serviks, akan menyebabkan penggumpalan dan tak bergerak. 

Yang paling maju, penelitian dan percobaan ini dilakukan untuk membuat antibodi terhadap protein pembuahan yang terdapat pada zona telur. Protein ini sebagai tangkupan protein pembuahan pada membran sel kepala sperma, ibarat lubang kunci bagi anak kunci pada sperma. Antibodi terhadap zona telur ini kini dapat dibuat klon tunggal pada kultur jaringan sehingga bersifat murni. 

Jika antibodi itu klon tunggal, maka reaksi imunologis silang dengan molekul lain tidak akan terjadi. Antibodi ini disebut MabZP, singkatan dari monoclonal antibody of zona pellucida dan dapat disuntikkan berupa serum ke dalam tubuh peserta KB. MabZP ini dapat pula dikembangkan sebagai after morning pill, yang bisa dipakai pagi hari setelah malamnya campur dengan suami. Pil ini dirancang akan tetap ampuh, meski diminum tiga hari setelah campur.

No comments:

Post a Comment